Simbol prestasi tak harus melulu berbentuk piagam, piala, atau trophi. Simbol prestasi juga dapat berupa melakukan bermanfaat ke sesama. Itu lah yang menjadi pegangan Waryono dalam menjalankan lembaga kursus bahasa Inggris berbiaya Rp 5 ribu per pertemuan, Englishopedia.
WARYONO masih ingat saat kecil memiliki keinginan mengikuti kursus bahasa Inggris. Namun karena tak memiliki biaya lantaran berasal dari keluarga yang tergolong tidak mampu, dia rela keinginannya tak dapat dipenuhi. Baginya dapat menikmati bangku sekolah saja sudah untung.
Mengetahui dirinya tak bisa mengikuti kursus, Waryono pun semangat mempelajari bahasa Inggris secara otodidak. Sebab dia paham, bahasa Inggris adalah bahasa yang digunakan warga dunia untuk berkomunikasi. Hingga akhirnya setelah lulus SMA, dia melanjutkan pendidikan tinggi dengan mengambil jurusan bahasa Inggris di UGM.
Setelah studinya usai, Waryono mencoba melamar pekerjaan di sejumlah lembaga pendidikan bahasa Inggris. Saat sudah menjadi pengajar, dia merasa bahwa biaya kursus bahasa Inggris di sejumlah lembaga masih tergolong tinggi. Tak semua orang, utamanya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah dapat menjangkau.
“Biaya kursus di lembaga yang sudah punya nama mencapai jutaan. Saya tidak rela saja kalau masih ada anak yang tingkat ekonominya menengah ke bawah tidak bisa belajar bahasa Inggris,” katanya saat dihubungi.
Hingga akhirnya di tahun 2014, Waryono mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris di ruang kosong di depan kamar indekosnya. Menengok dirinya tak memiliki sarana dan prasarana untuk mengajar, di awal, dia menarik biaya Rp 5 ribu. Adapun uang tersebut digunakan untuk membeli meja, kursi, hingga memperbanyak materi.
“Lembaga kursus itu, saya namakan Englishopedia. Sekarang iuran masih dilakukan, tapi iuran itu saya peruntukkan membiayai kuliah dua anak asuh saya yang tidak mampu. Mereka saat ini bersekolah di SMP Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 11 Yogyakarta,” imbuhnya.
Dijelaskannya, lembaga kursus miliknya itu yang berlokasi di depan SD Negeri Ungaran Kotabaru itu, kini menempati ruang yang semula merupakan garasi di indekosnya. Waryono beruntung, pemilik indekos mengijinkan ruangannya dijadikan ruang kelas. Dalam seminggu, Englishopedia beroperasi dua kali.
“Dalam seminggu, saya luangkan waktu saya dua hari untuk mengajar. Di hari Senin dan Kamis, mulai pukul 16.00 sampai 21.00 WIB. Selain hari itu, saya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri,” jelasnya.
Waryono pun mengungkapkan, jumlah murid di Englishopedia, baik yang masih belajar maupun alumni sebanyak seratusan orang. Selama ini, dirinya mengurus lembaga kursus tersebut seorang diri. Dia pun berharap nantinya terdapat pihak lain yang bersedia membantunya mengurus Englishopedia.
“Karena semua orang berhak atas pendidikan. Saya tidak ingin lembaga ini berhenti. Harapan saya, ada pihak lain yang bersedia membantu,” ucap Waryono yang saat ini masih bekerja di beberapa lembaga kursus bahasa Inggris.
Murid Englishopedia, Marsodik mengaku, pendidikan bahasa Inggris di Englishopedia tak kalah dengan pendidikan bahasa Inggris di lembaga kursus berbiaya mahal. Pun pembelajaran di Englishopedia, menurutnya menarik dan efektif. Sebab antara murid dan tentor selalu berinteraksi menggunakan bahasa Inggris.
“Pendidikannya murah, tapi nggak murahan. Sangat bermanfaat bagi kami yang tidak punya uang banyak untuk belajar bahasa Inggris,” ujar mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta itu.*** (mrf)